Hidup itu aneh. Waktu kecil, mungkin salah satu hal pertama yang diajarkan orangtua kepada saya adalah sopan-santun ketika menyapa, memperkenalkan diri, dan bagaimana berperilaku kepada orang yang baru dikenal. Walau saya sering merasa canggung, tapi sampai sekarang rasanya saya tidak pernah kesulitan untuk bergabung dalam lingkaran baru. Seiring waktu berjalan saya belajar bahwa hidup bukan sekedar berhalo-halo saja, setiap pertemuan pasti memiliki akhir. Tapi sepertinya tidak seorangpun pernah mengajari saya bagaimana menghadapi perpisahan.
Padahal, perpisahan lumrah dialami. Katanya malah, “There’s goodbye in every hello”. Entah itu berpisah dengan tamu yang datang ke rumah, dengan teman-teman ketika kelulusan sekolah atau ketika maut memisahkan kita *apeu*.
Saya ingat hampir di setiap kelulusan sekolah, hari berikutnya akan saya habiskan untuk cengeng dan menuliskan hal-hal menye dalam buku harian. Sekarang, semakin bertambah umur semakin terasa kalau memang benar-benar ngga ada hal yang akan sama selamanya. Masuk kantor baru, kenal dengan semuanya, dan beberapa bulan kemudian satu-persatu mereka resign terus diganti yang baru lalu berulang lagi.
Ketika nenek saya meninggal awal tahun ini, saya baru belajar bagaimana berpisah dengan orang yang selama ini selalu ada di sekeliling saya. Tiba-tiba saja beliau meninggalkan kami dan hidup terus berlanjut. Hari itu saya menangis, tapi saya berangkat bekerja lagi esoknya dan berkumpul bersama teman-teman saya di akhir minggu seperti tidak ada apa-apa. Di saat itu, jadi betul–betul berasa kalau bumi ini berputar dan waktu berjalan terus.
Apalagi yang paling sulit dari perpisahan adalah berpisah dengan kenangan yang tercipta dari pertemuan. Kalau boleh saya ibaratkan, ini seperti jangkar yang jatuh tertiup angin badai ke dasar laut. Tanpa sadar, sejauh apapun berjalan akan terus ada yang menarik kita untuk kembali. Sampai jangkar ini diikhlaskan untuk tenggelam.
Tidak ada yang pernah mengajarkan saya apa yang harus dikatakan saat perpisahan, bagaimana cara mengikhlaskan mereka yang pergi atau bagaimana menghadapi bercampurnya emosi ada ketika berpisah. Banyak hal-hal yang tak terjelaskan ketika perpisahan, apapun alasan perpisahan itu terjadi. Sampai pada akhirnya, saya mengerti bahwa perpisahan bukan lawan kata dari pertemuan, tapi hanya dua kejadian yang saling bertautan.
Orang lain bisa menghibur tetapi tidak ada yang bisa benar-benar menjabarkan. Kalau misalnya pun Wikipedia punya halaman khusus tentang ini, pasti ngga akan pernah tercermin sama pada setiap orang. Mungkin perpisahan memang benar-benar hal yang hanya dapat kita pelajari lewat pengalaman. Seperti kata seorang teman saya, “We’re forever a student of life” dan ini salah satu mata kuliahnya.
“Seperti kata seorang teman saya, ‘We’re forever a student of life’ dan ini salah satu mata kuliahnya.”
*uhuk*
Emang ngana? 😛
Saya dong~ *pede*
There’s good in ‘goodbye’ 😀
Semoga, mbakbri. 😀